Friday, 13 May 2016

Makalah AKHLAK dan TASAWUF

MAKALAH AKHLAK DAN TASAWUF




KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh guru pendidikan agama Islam kepada kami.
            Makalah ini berisi tentang akhlak dan tasawuf. Kami menyadari bahwa dalam mengerjakan tugas makalah ini masih jauh dari sempurna,sehingga masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam kami mengerjakan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua yang memerlukan.
Wassalammu’alaikum wr.wb.

                                                                        Sleman, 29 September 2015
                                                                                
                                                                        
                                                                                      Tim Penyusun



PENDAHULUAN

Akhlak dan tasawuf merupakan salah satu dari pilar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak dan tasawuf merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan aqidah dan syariah/ibadah. Ibarat pohon, akhlak dan tasawuf merupakan buah kesempurnaan dari pohon tersebut setelah akar dan batangnya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak dan tasawuf ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.

Nabi Muhammad saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.

Tujuan dari kajian tentang akhlak dan tasawuf ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.




ISI

PENGERTIAN AKHLAK 

Secara etimologi, istilah Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk yang berarti watak, tabiat, perangai dan budi pekerti. Imam al-Ghazali memberi batasan khuluk sebagai : “Khuluk adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Dari pengertian ini, suatu perbuatan dapat disebut baik jika dalam melahirkan perbuatan-perbuatan baik itu dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan atau intervensi dari orang lain.

Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa “khuluk ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa pertimbangan dan pemikiran”. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa gerak jiwa meliputi dua hal. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak seperti adanya orang yang mudah marah hanya karena masalah sepele atau tertawa berlebihan karena mendengar berita yang tidak memprihatinkan. Kedua, keadaan jiwa yang tercipta melalui kebiasaan, atau latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi karena dipikirkan dan dipertimbangkan, namun pada tahapan selanjutnya keadaan tersebut menjadi satu karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Oleh karena itu, pendidikan akhlak sangat diperlukan untuk mengubah karakter manusia dari keburukan ke arah kebaikan.


HUBUNGAN ANTARA AKIDAH DENGAN AKHLAK 

Sesuai dengan pengertian di atas, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan Ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu. Semakin kuat dan mantap keimanan seseorang, semakin taat beribadah maka akan semakin baik pula akhlaknya. Dengan demikian, akhlak tidak dapat dipisahkan dengan ibadah dan tidak pula dapat dipisahkan dengan akidah karena kualitas akidah akan sangat berpengaruh pada kualitas ibadah yang kemudian juga akan sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.
Akidah dalam ajaran Islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar tidak terjerumus kedalam perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut sebagai kezaliman karena perbuatan itu menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu muslim yang baik akan menjaga segala ryang memiliki akidah yang benar, ia akan mampu mengimplementasikan tauhid itu dalam bentuk akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Allah berfirman dalam surat Al-An’am (06) : 82 :


"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

Orang yang mendapat petunjuk adalah mereka yang tahu bersyukur, sehingga perbuatan mereka senantiasa sesuai dengan petunjuk Allah. Inilah yang dimaksud dengan akhak mulia. Dengan demikain ada hubungan yang amat erat antara akidah dengant akhlak, bahkan keduanya tidak dapat dipisahkan.


SUMBER AKHLAK 

Pembicaraan tentang Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai baik dan buruk. Oleh karena itu ukuran yang menjadi dasar penilaian tersebut harus merujuk pada nilai-nilai agama Islam. Dengan demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus merujuk pada norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan budaya. Kalau tidak demikian, norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan budaya, sehingga sesuatu yang baik dan sesuai dengan agama bisa jadi suatu saat dianggap buruk pada saat bertentangan dengan budaya yang ada.

Dalam Islam, akhlak menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat al–Qalam (4) : 


“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Keseluruhan akhlak Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah r.a. saat ditanya tentang akhlak Nabi. Saat itu Aisyah berkata : “Akhlak Nabi adalah Al Qur’an”. Demikian juga disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzab (33) : 21.


"Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

Dengan demikian bagi umat Islam, untuk menunjuk siapa yang layak dicontoh tidak perlu sulit sulit, cukuplah berkiblat kepada akhlak yang ditampilkann oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis dinyatakan : “orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Dalam hadis yang lain yang diriwayatkan oleh at Turmudzi dari Jabir r.a., Rasulullah menyatakan : “Sungguh di antara yang paling aku cintai, dan yang paling dekat tempat duduknya dengan aku kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya diantara kamu”.

Merujuk pada paparan di atas, sumber akhlak bagi setiap muslim jelas termuat dalam Al Qur’an dan hadis Nabi. Selain itu, sesuai dengan hakekat kemanusiaan yang dimilikinya, manusia memiliki hati nurani (qalbu) yang berfungsi sebagai pembeda antara perbuatan baik dan buruk. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat Wabishah tatkala beliau bertanya tentang kebaikan (al-birr) dan dosa (al-itsm) dalam dialog seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagai berikut :

“Hai Wabishah, bertanyalah kepada hatimu sendiri, kebaikan adalah sesuatu yang jika kamu lakukan, jiwamu merasa tentram, sedang dosa adalah sesuatu yang jika kamu lakukan, jiwamu bergejolak dan hatimu pun berdebar debar meskipun orang banyak memberi tahu kepadamu (lain dari yang kamu rasakan).”

Berkaitan dengan hati nurani, muncul persoalan, dapatkah dijamin bahwa hati nurani selalu dominan dalam jiwa manusia sehingga suaranya selalu didengar, mengingat dalam diri manusia terdapat dua potensi yang selalu bertolak belakang yaitu potensi yang mengarah kepada kebaikan (taqwa) dan potensi yang mengarah pada keburukan (al-fujur), dimana kekuatan yang lebih menonjol tentunya menjadi dominan dalam mempengaruhi keputusan suatu persoalan.

Oleh karena itu, agar hati nurani seorang muslim selalu dalam kondisi kepada kebaikan, maka ia harus selalu disucikan. Seorang muslim perlu menjaga rutinitas dan kontinuitas ibadah, berusaha untuk selalu mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah, membaca sejarah orang orang terdahulu serta selalu berusaha untuk saling menasehati dengan sesamanya.


CIRI DAN MACAM-MACAM AKHLAKUL KARIMAH 

Dalam Al Qur’an dan hadis banyak dijelaskan bagaimana perilaku (akhlak) yang sesuai dengan aturan Islam. Seperti misalnya di dalam Al Qur’an surat Asy-Syams (91) : 7-10 yang berbunyi :

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa barang siapa ingin mencapai kebahagiaan hidup, hendaknya dia mensucikan jiwanya dari sifat sifat tercela dan berusaha memiliki ketakwaan yang tinggi. Artinya, dia harus selalu berusaha meningkatkan ketakwaan dengan cara yang benar.

Ayat lain di dalam Al Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk menahan hawa nafsunya, sebagaimana terdapat dalam surat an-Naazi’at (79) : 40-41 yang berbunyi :

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).”

Dalam Al Qur’an surat Ali Imron (3) : 200, Allah swt berfirman

 “Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

Ayat di atas mengajarkan kepada manusia untuk tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang menimpa dirinya dalam kehidupannya.
Al Qur’an surat at-Taubah (09) : 119 mengajarkan kepada manusia untuk bertakwa dan jujur dalam setiap perbuatan.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”

Jujur hendaknya tidak hanya kepada orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri. Salah satu perilaku jujur misalnya saat menjalani ujian semester. Sebagai seorang muslim, hendaklah mahasiswa tidak tergoda untuk berlaku curang dengan cara menyontek atau menekan dosen yang mengajar untuk memberi nilai yang diinginkannya, padahal tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja profesional sesuai dengan ilmu dan ketrampilan yang dimilikinya. Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh imam Malik, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Turmudzi dan Nasa’i dari Abu Hurairah yang menyatakan : “Sungguh, seandainya kamu mencari kayu seikat yang dibawa di atas punggung (untuk kemudian dijual) , lebih baik bagimu daripada minta minta kepada seseorang yang mungkin diberi atau ditolak.”
Hadis ini dengan tegas melarang umat Islam untuk menjadi pengemis, yang bekerja dengan mengandalkan belas kasihan orang lain.

Berkaitan dengan berbagai bentuk akhlakul karimah, Ibnu Miskawaih menunjukkan berbagai macam kebajikan sebagai berikut :
1. Kearifan

·         Pandai (al-dzaka), kecepatan dalam mengembangkan kesimpulan yang melahirkan pemahaman
·         Ingat (al-dzikru), kecepatan dan kemampuan berimajinasi
·         Berfikir (al-ta’aqqul), kemampuan untuk menyesuaikan antara ide dengan realitas
·         Kejernihan pikiran (shafau al-dzihni), kesiapan jiwa menyimpulkan hal yang dikehendaki.
·         Ketajaman dan kekuatan otak (jaudat al-dzihni), kemampuan jiwa untuk merenungkan masa lalu atau sejarah.
·         Kemampuan belajar dengan mudah (suhulat at-ta’allum), kekuatan dan ketajaman jiwa dalam memahami sesuatu.

2. Kesederhanaan

·         Rasa malu (al-haya’)
·         Tenang (al-da’at)
·         Sabar (as-shabru)
·         Dermawan (al-sakha’)
·         Integritas (al-hurriyah)
·         Puas (al-qana’ah)
·         Loyal (al-damatsah)
·         Berdisiplin diri (al-intizham)
·         Optimis atau berpengharapan baik (husn-al-huda)
·         Kelembutan (al-musalamah)
·         Anggun berwibawa (al-wiqar)
·         Wara’

3.Keberanian


·         Kebesaran jiwa
·         Tegar
·         Ulet
·         Tabah
·         Menguasai diri
·         Perkasa

4.Kedermawanan


·         Murah hati (al-karam)
·         Mementingkan orang lain (al-itsar)
·         Rela (al-nail)
·         Berbakti (al-muwasah)
·         Tangan terbuka (al-samahah)

5.Keadilan


·         Bersahabat
·         Bersemangat sosial (al-ulfah)
·         Silaturrahmi
·         Memberi imbalan (mukafa’ah)
·         Baik dalam bekerja sama (husn al-syarikah)
·         Kejelian dalam memutuskan persoalan (husn al-qadha)
·         Cinta (tawaddu)
·         Beribadah kepada Allah
·         Taqwa kepada Allah


PENGERTIAN TASAWUF
Terdapat beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf  . Ada yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan seorang sufi kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang berpendapat shifah (sifat) sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri dengan segala sifat terpuji dan meninggalkan setiap sifat tercela.

Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shuffah (sufah) sebab, seorang sufi mengikuti ahli sufah dalam sifat yang telah ditetapkan Allah bagi mereka. Al-Qusyari berpendapat bahwa tasawuf berasal dari shafwah (orang pilihan atau suci). shaf (saf), seolah para sufi berada di saf pertama dalam menghadapkan diri kepada Allah dan berlomba-lomba untuk melakukan ketaatan.

Sebagian kalangan mengatakan, kata tasawuf dinisbatkan pada kain wol yang kasar (shuf khasyin). Sebab, para sufi gemar memakainya sebagai simbol zuhud dan kehidupan yang keras.
Jadi Tasawuf adalah usaha untuk membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan mencapai maqam ihsan. Dengan kata lain yaitu usaha menaklukan dimensi jasmani manusia agar tunduk dimensi rohani.

Tasawuf oleh kaum orientalis disebut dengan sufisme. Sufisme dipakai untuk mistisisme Islam dan tidak dipakai untuk mistisisme agama-agama lain. Orang yang pertama kali memakai kata sufi adalah Abu Hasyim al-kufi di Irak (150 H).

FASE-FASE PERKEMBANGAN TASAWUF

1.Pada masa awal era Islam dakwah kepada tasawuf itu belum diperlukan, karena pada era itu, semua orang adalah ahli takwa, waraa dan ahli ibadah. Mereka semua berlomba mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap aspek. Oleh karena itu, mereka belum membutuhkan tasawuf karena segala sesuatunya didasarkan pada perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.

2.Pada masa sahabat dan tabi’in sudah menggunakan tasawuf, tetapi belum mengggunakan istilah tasawuf, karena para sahabat dan tabiin merupakan sufi yang sesungguhnya. Tasawuf merupakan sifat-sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat Nabi tanpa terkecuali dan adanya perasaan takut dan cintanya mereka kepada Allah dan Rasulullah melebihi dirinya sendiri. 

3.Setelah masa Sahabat dan Tabiin beragam bangsa mulai memeluk Islam. Bidang ilmu pengetahuan semakin meluas dan terspesialisasi, muncullah ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih, ilmu faraid dan ilmu-ilmu lainnya.

4.Setelah fase tersebut pengaruh spiritual Islam sedikit demi sedikit melemah. Manusia mulai lupa akan kewajibannya kepada Allah, sehingga ahli uhud terdorong untuk mengkodifikasikan ilmu tasawuf serta menerangkan kemuliaan dan keutamaannya diantara ilmu-ilmu lainnya. Mulai dari fase inilah ilmu tasawuf berkembang.

DALIL-DALIL AL-QUR’AN DAN HADIST TASAWUF
 
Ayat-ayat Al-Quran yang menjadi sumber ajaran tasawuf dan sebagai pendorong untuk mengikatkan dan mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya adalah sebagai berikut:

أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Al-Baqarah: 186).

وَ ِللهِ الْمَشْرِقُ وَ الْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: Dan kepunyaan Allah lah Timur dan Barat; maka ke mana pun kamu menghadap, di-sanapun ada wajah Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (QS: Al-Maidah Ayat: 54)

HADIST

1. “Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku mendekatinya sehasta, jika dia mendekat sehasta, maka Aku mendekat sedepa, jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang kepadanya berlari (H.R.Bukhari)”. 

2. “Senantiasa hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amal nawafil sehingga Aku mencintainya, apabila Aku mencintainya jadilah Aku pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang dipergunakan untuk melihat, lidahnya yang digunakan untuk berbicara, tangannya yang digunakan untuk menggenggam, kakinya yang digunakan untuk berjalan, dengan Aku dia mendengar, berpikir, menggengam, dan berjalan (H.R. Bukhari)”.
Hadits juga menggambarkan Tuhan itu dekat. Nabi itu sudah dekat dengan Tuhan, dan praktek Sufi juga tergambar dalam sunah nabi. 
Jadi terlepas dari kemungkinan adanya atau tidak adanya pengaruh dari luar, ayat-ayat serta hadits-hadits di atas dapat membawa kepada timbulnya aliran sufisme atau tasawuf  dalam Islam, yaitu ajaran-ajaran tentang berada sedekat mungkin pada Tuhan.


MANFAAT TASAWUF
Tasawuf memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, di bawah ini adalah beberapa manfaat tasawuf yaitu:
1.Dalam bidang kecerdasan emosional
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula
2.Dalam bidang kecerdasan spiritual
Tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan.
3.Dalam bidang Agama
Tasawuf diperlukan untuk mengamalkan Islam secara kaffah serta untuk mengembangkan kerukunan hidup beragama dan integrasi sosial
4.Dalam bidang etos kerja
Tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.
5.Dalam bidang Pendidikan
Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju.
6.Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial.

ISTILAH-ISTILAH DALAM TASAWUF

1.Fana: hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan maksiat batin). Bahwa fana itu ialah lenyapnya segala-galanya.
2.Itihad: satu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Yaitu pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu atau tegasnya antara sufi dengan Tuhan.
3.Baqa: kekal, tetap, terus hidup.
4.Hulul: Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
5.Maqamat: Pada Istilah Maqam atau arti jamak adalah maqamat , sebagaimana juga ahwal, yang dipahami berbeda menurut para sufi. Namun semuanya sepakat dalam memahami maqamat yang berarti kedudukan seorang pejalan spiritual atau sufi di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah kepadaNya, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), serta latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang dapat membuatnya memiliki syarat - syarat dalam melakukan usaha - usaha untuk menjalankan berbagai kewajiban dengan baik dan mendekati sempurna.
6.Ahwal: hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambanNya, tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya, atau memperhatikannya apabila pergi.


KESIMPULAN

Akhlak dan tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Prinsip-prinsip ajaran akhlak dan tasawuf telah ada dalam Islam semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, bahkan kehidupan rohani Rasul dan para sahabat menjadi salah satu panutan di dalam melakukan amalan-malannya. Ini merupakan sangkalan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa akhlak dan tasawuf merupakan produk asing yang dianut oleh umat Islam. Inti dari ajaran akhlak dan tasawuf ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui tahapan-tahapan (ajaran)Nya yaitu maqamat dan ahwal. Ajaran-ajaran akhlak dan tasawuf ini bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan perbuatan-perbuatan sahabat. Banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ajaran-ajaran akhlak dan tasawuf. Mulai dari ajaran dasar akhlak dan tasawuf, maupun tingkatan tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal. Tujuan tertinggi dari seorang sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau kalau bisa menunggal dengan Allah. 


DAFTAR PUSTAKA

























13

No comments:

Post a Comment