MAKALAH AKHLAK DAN TASAWUF
KATA
PENGANTAR
Assalammu’alaikum
wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan oleh guru pendidikan agama Islam kepada kami.
Makalah ini berisi tentang akhlak
dan tasawuf. Kami menyadari bahwa dalam mengerjakan tugas makalah ini masih
jauh dari sempurna,sehingga masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan
dalam kami mengerjakan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran dari para
pembaca saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua yang memerlukan.
Wassalammu’alaikum
wr.wb.
Sleman, 29 September 2015
Tim
Penyusun
PENDAHULUAN
Akhlak dan tasawuf
merupakan salah satu dari pilar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang
sangat penting. Akhlak dan tasawuf merupakan buah yang dihasilkan dari proses
menerapkan aqidah dan syariah/ibadah. Ibarat pohon, akhlak dan tasawuf
merupakan buah kesempurnaan dari pohon tersebut setelah akar dan batangnya
kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak dan tasawuf ini akan terwujud pada diri
seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini
istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki
esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad saw. dalam
salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa
misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi
Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk
merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun.
Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih
13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap.
Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan
akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.
Tujuan dari kajian
tentang akhlak dan tasawuf ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman
yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada
akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang
mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan
mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik
yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya di
kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
ISI
PENGERTIAN AKHLAK
Secara etimologi,
istilah Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk yang berarti watak, tabiat,
perangai dan budi pekerti. Imam al-Ghazali memberi batasan khuluk sebagai :
“Khuluk adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan
dengan mudah dan ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Dari
pengertian ini, suatu perbuatan dapat disebut baik jika dalam melahirkan
perbuatan-perbuatan baik itu dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan
atau intervensi dari orang lain.
Ibnu Miskawaih dalam
kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa “khuluk ialah keadaan gerak jiwa yang
mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa pertimbangan dan pemikiran”. Dalam
buku tersebut dijelaskan bahwa gerak jiwa meliputi dua hal. Pertama, alamiah
dan bertolak dari watak seperti adanya orang yang mudah marah hanya karena
masalah sepele atau tertawa berlebihan karena mendengar berita yang tidak
memprihatinkan. Kedua, keadaan jiwa yang tercipta melalui kebiasaan, atau
latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi karena dipikirkan dan
dipertimbangkan, namun pada tahapan selanjutnya keadaan tersebut menjadi
satu karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak.
Oleh karena itu, pendidikan akhlak sangat diperlukan untuk mengubah karakter manusia
dari keburukan ke arah kebaikan.
HUBUNGAN ANTARA AKIDAH DENGAN AKHLAK
Sesuai dengan pengertian
di atas, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan Ikhsan sebagai refleksi
sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri seseorang sehingga
melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasarkan
keinginan tertentu. Semakin kuat dan mantap keimanan seseorang, semakin taat
beribadah maka akan semakin baik pula akhlaknya. Dengan demikian, akhlak tidak
dapat dipisahkan dengan ibadah dan tidak pula dapat dipisahkan dengan akidah
karena kualitas akidah akan sangat berpengaruh pada kualitas ibadah yang
kemudian juga akan sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.
Akidah dalam ajaran
Islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar tidak terjerumus kedalam
perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut sebagai kezaliman karena perbuatan itu
menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak
berhak menerimanya. Oleh karena itu muslim yang baik akan menjaga segala ryang
memiliki akidah yang benar, ia akan mampu mengimplementasikan tauhid itu dalam
bentuk akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Allah berfirman dalam surat
Al-An’am (06) : 82 :
"Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk."
Orang yang mendapat
petunjuk adalah mereka yang tahu bersyukur, sehingga perbuatan mereka
senantiasa sesuai dengan petunjuk Allah. Inilah yang dimaksud dengan akhak
mulia. Dengan demikain ada hubungan yang amat erat antara akidah dengant
akhlak, bahkan keduanya tidak dapat dipisahkan.
SUMBER AKHLAK
Pembicaraan tentang
Akhlak berkaitan dengan persoalan nilai baik dan buruk. Oleh karena itu ukuran
yang menjadi dasar penilaian tersebut harus merujuk pada nilai-nilai agama
Islam. Dengan demikian, ukuran baik buruknya suatu perbuatan harus merujuk pada
norma-norma agama, bukan sekedar kesepakatan budaya. Kalau tidak demikian,
norma-norma akan berubah seiring dengan perubahan budaya, sehingga sesuatu yang
baik dan sesuai dengan agama bisa jadi suatu saat dianggap buruk pada saat
bertentangan dengan budaya yang ada.
Dalam Islam, akhlak
menjadi salah satu inti ajaran. Fenomena ini telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat al–Qalam (4) :
“Dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Keseluruhan akhlak
Rasulullah ini juga diungkapkan oleh Aisyah r.a. saat ditanya tentang akhlak
Nabi. Saat itu Aisyah berkata : “Akhlak Nabi adalah Al Qur’an”. Demikian juga
disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Ahzab (33) : 21.
"Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah."
Dengan demikian bagi
umat Islam, untuk menunjuk siapa yang layak dicontoh tidak perlu sulit sulit,
cukuplah berkiblat kepada akhlak yang ditampilkann oleh Rasulullah SAW. Dalam
sebuah hadis dinyatakan : “orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik budi pekertinya” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Dalam
hadis yang lain yang diriwayatkan oleh at Turmudzi dari Jabir r.a., Rasulullah
menyatakan : “Sungguh di antara yang paling aku cintai, dan yang paling dekat
tempat duduknya dengan aku kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling baik
akhlaknya diantara kamu”.
Merujuk pada paparan di
atas, sumber akhlak bagi setiap muslim jelas termuat dalam Al Qur’an dan hadis
Nabi. Selain itu, sesuai dengan hakekat kemanusiaan yang dimilikinya, manusia
memiliki hati nurani (qalbu) yang berfungsi sebagai pembeda antara perbuatan
baik dan buruk. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW kepada sahabat Wabishah tatkala beliau bertanya tentang kebaikan (al-birr)
dan dosa (al-itsm) dalam dialog seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
sebagai berikut :
“Hai Wabishah,
bertanyalah kepada hatimu sendiri, kebaikan adalah sesuatu yang jika kamu
lakukan, jiwamu merasa tentram, sedang dosa adalah sesuatu yang jika kamu
lakukan, jiwamu bergejolak dan hatimu pun berdebar debar meskipun orang banyak
memberi tahu kepadamu (lain dari yang kamu rasakan).”
Berkaitan dengan hati nurani,
muncul persoalan, dapatkah dijamin bahwa hati nurani selalu dominan dalam jiwa
manusia sehingga suaranya selalu didengar, mengingat dalam diri manusia
terdapat dua potensi yang selalu bertolak belakang yaitu potensi yang mengarah
kepada kebaikan (taqwa) dan potensi yang mengarah pada keburukan (al-fujur),
dimana kekuatan yang lebih menonjol tentunya menjadi dominan dalam mempengaruhi
keputusan suatu persoalan.
Oleh karena itu, agar
hati nurani seorang muslim selalu dalam kondisi kepada kebaikan, maka ia harus
selalu disucikan. Seorang muslim perlu menjaga rutinitas dan kontinuitas
ibadah, berusaha untuk selalu mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah, membaca
sejarah orang orang terdahulu serta selalu berusaha untuk saling menasehati
dengan sesamanya.
CIRI DAN MACAM-MACAM AKHLAKUL KARIMAH
Dalam Al Qur’an dan
hadis banyak dijelaskan bagaimana perilaku (akhlak) yang sesuai dengan aturan
Islam. Seperti misalnya di dalam Al Qur’an surat Asy-Syams (91) : 7-10 yang
berbunyi :
“Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Ayat di atas menjelaskan
bahwa barang siapa ingin mencapai kebahagiaan hidup, hendaknya dia mensucikan
jiwanya dari sifat sifat tercela dan berusaha memiliki ketakwaan yang tinggi.
Artinya, dia harus selalu berusaha meningkatkan ketakwaan dengan cara yang
benar.
Ayat lain di dalam Al
Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk menahan hawa nafsunya, sebagaimana
terdapat dalam surat an-Naazi’at (79) : 40-41 yang berbunyi :
“Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).”
Dalam Al Qur’an surat
Ali Imron (3) : 200, Allah swt berfirman
“Hai
orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.”
Ayat di atas mengajarkan
kepada manusia untuk tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai ujian dan
cobaan yang menimpa dirinya dalam kehidupannya.
Al Qur’an surat
at-Taubah (09) : 119 mengajarkan kepada manusia untuk bertakwa dan jujur dalam
setiap perbuatan.
“Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.”
Jujur hendaknya tidak
hanya kepada orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri. Salah satu perilaku
jujur misalnya saat menjalani ujian semester. Sebagai seorang muslim, hendaklah
mahasiswa tidak tergoda untuk berlaku curang dengan cara menyontek atau menekan
dosen yang mengajar untuk memberi nilai yang diinginkannya, padahal tidak
sesuai dengan kemampuan dirinya.
Dalam hal mencukupi
kebutuhan hidupnya, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja profesional
sesuai dengan ilmu dan ketrampilan yang dimilikinya. Salah satu hadis yang
diriwayatkan oleh imam Malik, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Turmudzi dan
Nasa’i dari Abu Hurairah yang menyatakan : “Sungguh, seandainya kamu mencari
kayu seikat yang dibawa di atas punggung (untuk kemudian dijual) , lebih baik
bagimu daripada minta minta kepada seseorang yang mungkin diberi atau ditolak.”
Hadis ini dengan tegas
melarang umat Islam untuk menjadi pengemis, yang bekerja dengan mengandalkan
belas kasihan orang lain.
Berkaitan dengan
berbagai bentuk akhlakul karimah, Ibnu Miskawaih menunjukkan berbagai macam
kebajikan sebagai berikut :
1. Kearifan
·
Pandai (al-dzaka),
kecepatan dalam mengembangkan kesimpulan yang melahirkan pemahaman
·
Ingat (al-dzikru),
kecepatan dan kemampuan berimajinasi
·
Berfikir (al-ta’aqqul),
kemampuan untuk menyesuaikan antara ide dengan realitas
·
Kejernihan pikiran
(shafau al-dzihni), kesiapan jiwa menyimpulkan hal yang dikehendaki.
·
Ketajaman dan kekuatan
otak (jaudat al-dzihni), kemampuan jiwa untuk merenungkan masa lalu atau
sejarah.
·
Kemampuan belajar dengan
mudah (suhulat at-ta’allum), kekuatan dan ketajaman jiwa dalam memahami
sesuatu.
2. Kesederhanaan
·
Rasa malu (al-haya’)
·
Tenang (al-da’at)
·
Sabar (as-shabru)
·
Dermawan (al-sakha’)
·
Integritas (al-hurriyah)
·
Puas (al-qana’ah)
·
Loyal (al-damatsah)
·
Berdisiplin diri
(al-intizham)
·
Optimis atau
berpengharapan baik (husn-al-huda)
·
Kelembutan
(al-musalamah)
·
Anggun berwibawa
(al-wiqar)
·
Wara’
3.Keberanian
·
Kebesaran jiwa
·
Tegar
·
Ulet
·
Tabah
·
Menguasai diri
·
Perkasa
4.Kedermawanan
·
Murah hati (al-karam)
·
Mementingkan orang lain
(al-itsar)
·
Rela (al-nail)
·
Berbakti (al-muwasah)
·
Tangan terbuka
(al-samahah)
5.Keadilan
·
Bersahabat
·
Bersemangat sosial
(al-ulfah)
·
Silaturrahmi
·
Memberi imbalan
(mukafa’ah)
·
Baik dalam bekerja sama
(husn al-syarikah)
·
Kejelian dalam
memutuskan persoalan (husn al-qadha)
·
Cinta (tawaddu)
·
Beribadah kepada Allah
·
Taqwa kepada Allah
PENGERTIAN TASAWUF
Terdapat beragam pendapat
mengenai akar kata tasawuf . Ada yang mengatakan bahwa kata tasawuf
berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan seorang sufi
kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang berpendapat shifah
(sifat) sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri dengan segala
sifat terpuji dan meninggalkan setiap sifat tercela.
Pendapat lain mengatakan
bahwa tasawuf berasal dari kata shuffah (sufah) sebab, seorang sufi mengikuti
ahli sufah dalam sifat yang telah ditetapkan Allah bagi mereka. Al-Qusyari
berpendapat bahwa tasawuf berasal dari shafwah (orang pilihan atau suci). shaf
(saf), seolah para sufi berada di saf pertama dalam menghadapkan diri kepada
Allah dan berlomba-lomba untuk melakukan ketaatan.
Sebagian kalangan
mengatakan, kata tasawuf dinisbatkan pada kain wol yang kasar (shuf khasyin).
Sebab, para sufi gemar memakainya sebagai simbol zuhud dan kehidupan yang
keras.
Jadi Tasawuf adalah usaha untuk membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan mencapai maqam ihsan. Dengan kata lain yaitu usaha menaklukan dimensi jasmani manusia agar tunduk dimensi rohani.
Jadi Tasawuf adalah usaha untuk membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan mencapai maqam ihsan. Dengan kata lain yaitu usaha menaklukan dimensi jasmani manusia agar tunduk dimensi rohani.
Tasawuf oleh kaum
orientalis disebut dengan sufisme. Sufisme dipakai untuk mistisisme Islam dan
tidak dipakai untuk mistisisme agama-agama lain. Orang yang pertama kali
memakai kata sufi adalah Abu Hasyim al-kufi di Irak (150 H).
FASE-FASE PERKEMBANGAN TASAWUF
1.Pada masa awal era Islam dakwah kepada tasawuf itu
belum diperlukan, karena pada era itu, semua orang adalah ahli takwa, waraa dan
ahli ibadah. Mereka semua berlomba mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam
setiap aspek. Oleh karena itu, mereka belum membutuhkan tasawuf karena segala
sesuatunya didasarkan pada perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.
2.Pada masa sahabat dan tabi’in sudah menggunakan
tasawuf, tetapi belum mengggunakan istilah tasawuf, karena para sahabat dan
tabiin merupakan sufi yang sesungguhnya. Tasawuf merupakan sifat-sifat umum
yang terdapat pada hampir seluruh sahabat Nabi tanpa terkecuali dan adanya
perasaan takut dan cintanya mereka kepada Allah dan Rasulullah melebihi dirinya
sendiri.
3.Setelah masa Sahabat dan Tabiin beragam bangsa mulai
memeluk Islam. Bidang ilmu pengetahuan semakin meluas dan terspesialisasi,
muncullah ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih, ilmu faraid
dan ilmu-ilmu lainnya.
4.Setelah fase tersebut pengaruh spiritual Islam
sedikit demi sedikit melemah. Manusia mulai lupa akan kewajibannya kepada
Allah, sehingga ahli uhud terdorong untuk mengkodifikasikan ilmu tasawuf serta
menerangkan kemuliaan dan keutamaannya diantara ilmu-ilmu lainnya. Mulai dari
fase inilah ilmu tasawuf berkembang.
DALIL-DALIL AL-QUR’AN DAN HADIST TASAWUF
Ayat-ayat Al-Quran yang
menjadi sumber ajaran tasawuf dan sebagai pendorong untuk mengikatkan dan
mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya adalah sebagai berikut:
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Artinya: Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. (Al-Baqarah: 186).
وَ ِللهِ الْمَشْرِقُ وَ الْمَغْرِبُ
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: Dan kepunyaan
Allah lah Timur dan Barat; maka ke mana pun kamu menghadap, di-sanapun ada
wajah Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah: 115).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَ
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya. (QS: Al-Maidah Ayat: 54)
HADIST
HADIST
1. “Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku mendekatinya sehasta, jika dia mendekat sehasta, maka Aku mendekat sedepa, jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang kepadanya berlari (H.R.Bukhari)”.
2. “Senantiasa hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amal nawafil sehingga Aku mencintainya, apabila Aku mencintainya jadilah Aku pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang dipergunakan untuk melihat, lidahnya yang digunakan untuk berbicara, tangannya yang digunakan untuk menggenggam, kakinya yang digunakan untuk berjalan, dengan Aku dia mendengar, berpikir, menggengam, dan berjalan (H.R. Bukhari)”.
Hadits juga menggambarkan Tuhan itu dekat. Nabi itu sudah dekat dengan Tuhan, dan praktek Sufi juga tergambar dalam sunah nabi.
Jadi terlepas dari kemungkinan adanya atau tidak adanya pengaruh dari luar, ayat-ayat serta hadits-hadits di atas dapat membawa kepada timbulnya aliran sufisme atau tasawuf dalam Islam, yaitu ajaran-ajaran tentang berada sedekat mungkin pada Tuhan.
MANFAAT TASAWUF
Tasawuf memiliki banyak
manfaat dalam kehidupan, di bawah ini adalah beberapa manfaat tasawuf
yaitu:
1.Dalam bidang kecerdasan emosional
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula
2.Dalam bidang kecerdasan spiritual
Tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan.
3.Dalam bidang Agama
Tasawuf diperlukan untuk mengamalkan Islam secara kaffah serta untuk mengembangkan kerukunan hidup beragama dan integrasi sosial
4.Dalam bidang etos kerja
Tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.
5.Dalam bidang Pendidikan
Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju.
6.Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial.
1.Dalam bidang kecerdasan emosional
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula
2.Dalam bidang kecerdasan spiritual
Tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan.
3.Dalam bidang Agama
Tasawuf diperlukan untuk mengamalkan Islam secara kaffah serta untuk mengembangkan kerukunan hidup beragama dan integrasi sosial
4.Dalam bidang etos kerja
Tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.
5.Dalam bidang Pendidikan
Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju.
6.Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial.
ISTILAH-ISTILAH DALAM TASAWUF
1.Fana: hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan
maksiat batin). Bahwa fana itu ialah lenyapnya segala-galanya.
2.Itihad: satu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Yaitu pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu atau tegasnya antara sufi dengan Tuhan.
3.Baqa: kekal, tetap, terus hidup.
4.Hulul: Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
5.Maqamat: Pada Istilah Maqam atau arti jamak adalah maqamat , sebagaimana juga ahwal, yang dipahami berbeda menurut para sufi. Namun semuanya sepakat dalam memahami maqamat yang berarti kedudukan seorang pejalan spiritual atau sufi di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah kepadaNya, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), serta latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang dapat membuatnya memiliki syarat - syarat dalam melakukan usaha - usaha untuk menjalankan berbagai kewajiban dengan baik dan mendekati sempurna.
6.Ahwal: hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambanNya, tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya, atau memperhatikannya apabila pergi.
2.Itihad: satu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Yaitu pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu atau tegasnya antara sufi dengan Tuhan.
3.Baqa: kekal, tetap, terus hidup.
4.Hulul: Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
5.Maqamat: Pada Istilah Maqam atau arti jamak adalah maqamat , sebagaimana juga ahwal, yang dipahami berbeda menurut para sufi. Namun semuanya sepakat dalam memahami maqamat yang berarti kedudukan seorang pejalan spiritual atau sufi di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah kepadaNya, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), serta latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang dapat membuatnya memiliki syarat - syarat dalam melakukan usaha - usaha untuk menjalankan berbagai kewajiban dengan baik dan mendekati sempurna.
6.Ahwal: hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambanNya, tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya, atau memperhatikannya apabila pergi.
KESIMPULAN
Akhlak dan tasawuf
bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Prinsip-prinsip ajaran akhlak dan tasawuf
telah ada dalam Islam semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, bahkan
kehidupan rohani Rasul dan para sahabat menjadi salah satu panutan di dalam
melakukan amalan-malannya. Ini merupakan sangkalan terhadap pendapat yang
mengatakan bahwa akhlak dan tasawuf merupakan produk asing yang dianut oleh
umat Islam. Inti dari ajaran akhlak dan tasawuf ialah mendekatkan diri kepada
Allah dengan melalui tahapan-tahapan (ajaran)Nya yaitu maqamat dan ahwal.
Ajaran-ajaran akhlak dan tasawuf ini bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan
perbuatan-perbuatan sahabat. Banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang
berhubungan dengan ajaran-ajaran akhlak dan tasawuf. Mulai dari ajaran dasar akhlak
dan tasawuf, maupun tingkatan tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi
yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal. Tujuan tertinggi dari seorang
sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau kalau bisa menunggal dengan
Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
13
No comments:
Post a Comment